Fase menuju kepala tiga plus plus plus, cukup sangat menarik jika diamati. Semakin menjauhi energi berlebih yang menyita waktu, layaknya pertemuan sosial yang berujung nihil untuk kemajuan diri, atau tidak mengambil pusing orang sekitar yang mencoba mencari perhatian hingga stalking diri saya berlebihan. Cukup diam, dan block akses percakapan. Refleksi saya untuk hal tersebut cukup ringkes, selain karena sudah tidak mau ambil banyak pusing dan menguras energi, saya lebih mudah mengambil keputusan.
Apa ini disebut sindrom Post Truth Self? Post-Truth sendiri merupakan langkah kebijakan politik dan perdebatannya lebih mengutamakan emosi. Emosi dapat diandalkan untuk hal-hal yang bermanfaat dari sisi kebaikan diri, tapi Post Truth Self versi saya menjadi pelajaran baik dari segala pelajaran hidup ke belakang. Ternyata melelahkan jika terus menerus mengandalkan emosi dan ego diri, ingin didengar tapi realita tidak semenyenangkan itu, ingin berkompetensi sehat dan layak tapi terhantam kendala-kendala lainnya. Semua karena emosi meletup-letup, tidak ada ruang untuk berpikir jernih. Begitu banyak hal yang menjadi pertimbangan, dan menceritakan ke banyak orang juga bukan solusi, kinerja otak saya jadi semakin mudah mengambil sebuah langkah. Dan, Ramadan 1445 Hijriah menjadi tonggak utama saya mempraktekkan diri yang lebih mumpuni, ringan dan fokus perbaikan. PS : Teruntuk orang yang cukup mengganggu, mohon anda cari hobi lain.
0 Comments
|
Siva armandaHigh Spirit in person, Media Studies appreciator, Archives
March 2024
SIVA. |