Idul Fitri 1441H merupakan hari raya terunik yang pernah saya rasakan, meski selama Ramadan juga merasakan perbedaan besar dari tahun-tahun sebelumnya, begitupun dengan hari raya yang dirayakan secara kecil-kecilan; malam takbir ditemani teman-teman secara online, lalu hanya keluarga inti melaksanakan solat Ied (di garasi rumah) meski makanan tetap berlimpah ruah, mba-mba tidak kembali ke kampung halaman guna memutus mata rantai SARS-CoV-2 di desanya, hingga uniknya bulan Ramadan; kegiatan saling tukar menukar besek (hampers) guna menyemangati satu sama lain. Banyak hal yang baru yang seperti dipaksakan tahun ini, membiasakan silaturahmi bersama keluarga besar via Zoom juga sulit karena semuanya saling berbicara dan berisik, semakin tidak keruan mendengar pembicaraan satu sama lain. Meski hal tersebut tidak normal, diharuskan membiasakan kewajaran itu menjadi sebuah hal biasa, mungkin ini yang disebut revolusi ya.
0 Comments
Karantina yang sudah memasuki minggu ke-10 layaknya kereta api berkecepatan 200 km/jam, sangat cepat dan tidak terasa. Kehidupan saya hanya berputar dirumah; kerjaan, makan bersama keluarga, ibadah, membaca buku, membuat sketsa asal, memasak, mengobrol bersama pasangan maupun teman, sesekali olahraga yang tidak konsisten. Paling sering saya itu membaca buku, dan makan. Sudah 2 kali pemesanan buku online; 5 buku, selama berminggu-minggu ini hanya selesai selama 10 hari membaca. Memasuki bulan Ramadhan, kakak semata wayang saya semakin giat memasak makanan manis; dari Choux, Churros, Pie Susu, Brownies Cokelat Pisang, Tiramisu, Puding ala Gyu-Kaku, dan masih banyak lagi. Mungkin karena salah satu hal yang dapat membuat sibuk; memasak, beberapa kali banyak artikel yang menyatakan bahwa memasak merupakan terapi utama untuk melupakan ketakutan, dan seperti mencoba menguatkan bersama dikala pandemi, sebuah penyataan yang ditulis oleh Nisha Chittal (penulis artikel di vox(dot)com) menyatakan bahwa; 'talking about cooking has become the new online support group - something we share through this strange, scary time together'*. Berawal dari rasa bosan, penasaran hingga akhirnya terbuatlah semua kue-kue tersebut. Beberapa kali saya juga lihat banyak food reviewer/blogger di Instagram, menjadi chef dadakan ala rumah. Tidak ada yang salah dengan itu selama masih terkait dengan makanan (asal layak konsumsi). vox: Coronavirus: Quarantine cooking is about more than just feeding yourself Tentu selama karantina, kehidupan tidak lepas dari pekerjaan, bukan? atau yang sedang sekolah, disibukkan oleh tugas-tugas secara online, atau hadir dalam kelas virtual. Saya merupakan awam yang pertama kali memasuki dunia politik, meski saya mempunyai background sarjana Hubungan Internasional, tetapi ilmu politik Indonesia saya kurang menonjol; atau bisa dibilang tidak melotok. Mendapat kesempatan bekerja di salah satu Fraksi Politik di DPRD DKI Jakarta merupakan sebuah peluang cukup besar; saya masuk di tim Pusat Komunikasi bersama 3 teman baru lainnya; awalnya kita disibukkan beberapa kali hadir dalam meeting zoom, hingga berkenalan dengan ketua Fraksi. Pusat komunikasi disibukkan dengan strategi-strategi media, membahas banyak artikel, hingga melempar satu dua pertanyaan hingga pernyataan mengenai dunia politik. Dunia politik keras memang, tapi mari melihat dari kacamata selebar mungkin, kira apa yang saya dapatkan ke depan. Saat ini sedang tidak aktif dilapangan memang, kecuali para anggota Fraksi yang masih bekerja secara langsung, turun ke warga guna membantu menangani SARS-CoV-2. Kurang lebih itu pekerjaan saya yang cukup menyita waktu; beberapa kali saya juga membantu orangtua saya memantau yayasan di Bogor. Kok kayanya berkesan pencitraan? halah, engga sama sekali. Saya suka dilempar pertanyaan sama beberapa rekan, saat memasuki dunia politik sebagai anak kroco, terus kebetulan keluarga saya berinisiatif mau membantu untuk orang-orang disekeliling langsung dikaitkan dengan dunia politik. Reaksi saya pertama kali, malah heran, kenapa semena-mena ya berpikiran seperti itu?
Jadi begini teman, dari tahun 1980an keluarga ibu saya itu memiliki mesjid kecil yang bernama Al-Munawwar; karena kakek nenek saya masyarakat rantau dari Pariaman, Sumatera Barat, mereka berpindah ke Bogor guna menyambung hidup; mereka berjuang, mereka bekerja dan berdagang, mereka mengasuh anak-anaknya yang berjumlah 5 orang, salah satunya ibu saya. Lalu, tidak lama kakek nenek saya (Ungku - Uci panggilannya) mulai menabung dan mendirikan kelompok belajar Al-Munawwar; hingga akhirnya saat ini sudah tingkatan Sekolah Dasar. Perjuangan tersebut tidak mungkin terjadi, apabila Ungku Uci saya terseok-seok dalam perjuangan hidup, dan kerap rutin bersedekah. Penekanan bersedekah selalu menjadi kunci utama dalam keluarga besar ibu saya; hingga akhirnya budaya itu sudah mendarah daging di keluarga. Bukan karena dunia politik toh kita dapat bersedekah? Bukan karena pencitraan yang terlontar sembarangan dari mulut-mulut itu; karena kalian tidak tahu asal muasal ini, sekarang menjadi tahu ya :) Kalau kalian apa saja kegiatan selama karantina? Ucapan dan doa manis menjadi secuil kebahagiaan saya menginjak usia ke-29. Belum lagi rangkulan hangat dari kedua orangtua, kado-kado menyusul, berbagai hal yang menyenangkan hati pada hari, tanggal kelahiran saya. Saya juga harus banyak kembali melihat bahwa hidup saya dipenuhi keberkahan, rejeki serta pengalaman berharga yang sudah menemani saya selama bertahun-tahun. Seorang sosok 'Siva Armanda' bisa dibilang sangat mudah kehidupannya, karena saya memiliki keluarga yang sangat suportif dan berkecukupan. Entah kenapa terlihatnya seperti itu. Packaging yang lengkap. Perubahan drastis semasa kecil yang sangat kurus kering hingga sekarang yang sedikit gempal dan berisi. Tidak disadari, atau mungkin disadari beberapa orang, seseorang yang bernama 'Siva Armanda' memiliki kepiluan yang sangat dalam. Suatu hari bisa sangat bahagia, tertawa dan asik bekerja tanpa ada keresahan. Suatu waktu pikiran sedang kalut, dan sering menarik diri dan menuding diri sendiri sebagai manusia yang tidak berguna; tidak menarik; tidak pandai; tidak kreatif; sering memaksakan diri; tidak percaya diri; berbagai hal selalu terlintas dan terlihat pada diri ini, dan menjadi terefleksi dari keraguan orang-orang mengenai 'Siva Armanda' yang terlihat sempurna; tetapi sangat rentan. Meski beberapa kali mencoba mendobrak semua kekurangan diri; membangun kepercayaan orang disekeliling berakhir sangat letih, dan menyerah.
Hal tersebut nampaknya sangat biasa ya? Seperti yang dialami orang-orang disekeliling, tetapi apabila dituliskan; sangat banyak dan panjang akan kekurangan diri ini. Banyak yang menyangka bahwa hasil kreativitas yang terpampang karena memang kreatif dan menarik; tetapi itu semua hasil dari kekecewaan diri; tidak bisa mencapai apa yang diinginkan. Selalu berhenti disebuah situasi yang harus dijalankan; meski saya tahu, saya tidak mampu. Ketidakmampuan tersebut membentuk seorang 'Siva Armanda' sulit keluar dari kotak keraguan; selalu ragu-ragu. Berdampak di usia #29 yang seharusnya saya sudah bisa keluar dari ketergantungan keluarga, tetapi lagi-lagi menghadapi situasi yang kembali terulang. Sampai kapan? Tuntutan keluarga menjadi sebuah pemikiran tersendiri untuk saya. Ya, siapa yang tidak mau melihat saya sukses dan memiliki keluarga besar sendiri? Tetapi, saya selalu kembali dan melihat ke diri sendiri; apa betul saya memiliki pemikiran dan tujuan yang sama dengan keluarga? Saya sangat menginginkan diri ini untuk sukses, dengan kekuatan finansial yang stabil hingga hari tua; meski berkali-kali orangtua membicarakan ke saya tidak perlu ragu atas rejeki masing-masing; yakin karena masih memiliki keluarga yang kuat; dengan agama yang menjadi tiang penyabar. Ya, sampai kapan? Waktu terus berjalan. Saya bisa dibilang terlalu keras kepala dengan ambisi saya; karena selama ini bekerja keras untuk mencapai ambisi; tetapi sulit untuk direalisasikan, karena selalu terhalang. Meski sekarang kekuatan saya sedang melemah, ditambah kondisi diluar tidak meyakinkan untuk mencari, sebuah hal menghalangi saya untuk berlari. Semoga, ya semoga keras kepala saya ini tidak menjadi sebuah kebiasaan; sekarang sih saya selalu mikir agar tidak banyak menuntut, dan mengikuti arus hidup ini kemana akan membawa. Tetapi, semoga konsistensi saya terhadap kekecewaan hidup masih terus tertuang dalam format fotografi. Bisa membuat sebuah memori berbentuk fisik; entah kapan dan dimana. Selamat bertambah usia, #29! |
Siva armandaHigh Spirit in person, Media Studies appreciator, Archives
March 2024
SIVA. |