Kerumunan ibu-ibu pengajian nampak riuh dan ramai menyambut ucapan-ucapan Ustadz di mejid Al-Munawwar, pagi itu. Saya memasuki mesjid bersama ibu dan tante saya, bersiap menunggu pengajian selesai. Pengajian rutin dan dikhususkan untuk para ibu-ibu rumah tangga sudah terlaksana semenjak 1980, dimana mesjid Al-Munawwar berdiri. Gagasan tersebut dilahirkan oleh Uci dan Ungku (nenek dan kakek) saya, mereka adalah dua gembong Yayasan Islam Al-Munawwar, yang masih terus berjalan hingga kini. Salah satunya pengajian ibu-ibu untuk warga sekitar, ibu-ibu yang sehari-hari disibukkan oleh kegiatan rumah, dan sedikit mendapatkan pengetahuan agama yang baik. Kenapa harus ibu-ibu? Pertanyaan tersebut terlontar oleh saya ke ibu saya, ibu saya hanya memberikan statement bahwa; "Wanita-wanita pada saat Uci dan Ungku berada di bogor, merupakan zaman-zaman yang sulit, beberapa wanita bisa tidak mendapatkan pengetahuan dunia yang layak (sungguh beruntung sekali untuk wanita yang bisa mendapatkan pengetahuan diluar itu), tetapi untuk pengetahuan akhirat serta bekal untuk mendapatkan keberkahan hidup dapat mereka gali dan cari disini, Al-Munawwar, itu sudah menjadi sebuah perjuangan mereka (Uci dan Ungku - guna memberantas kebutaan memahami Al-Qur'an), bahwa seorang wanita bisa saja hanya sehari-hari dirumah maupun berdagang yang tidak jauh dari rumah, tapi pengetahuan agama harus tetap dipupuk untuk anak dan cucu nya kelak", Saya teringat ucapan Uci (nenek) saya yang sangat keras akan mendidik anak serta cucu nya untuk selalu mengutamakan pendidikan serta mengedepankan agama. Tonggak dalam perjuangan. Keseimbangan dalam berjalan. Beliau selalu mengucapkan kata-kata tersebut dengan penuh semangat. Seingat saya setelah berbicara dengan ibu. Uci dan Ungku saya memberikan fasilitas tidak berbayar, dengan dibimbing ustadz, para ibu-ibu tersebut memperbaiki cara membaca Ayat Suci, dan sesekali mendapatkan pengetahuan lainnya, seperti cara memperbaiki akhlak anak dirumah, mengajarkan anak agar tidak melawan, bagaimana melemparkan opini yang membangun dirumah, dan sebagainya. Selesai pengajian, ibu dan tante saya lekas memberikan sambutan untuk maksud dan kedatangan mereka. Hari sabtu, hari ke-21 bulan suci Ramadan, merupakan hari pertama Lailatul Qadr' juga merupakan hari yang baik untuk bersedekah, sehingga menurut pengamatan orangtua, waktu dan tempat sangat pas untuk berbagi. Berbagi atau bersedekah merupakan kegiatan rutin di Yayasan Al-Munawwar, meski tidak seberapa dalam berbagi, tetapi diwajibkan untuk melaksanakan saat-saat hari raya Idul Fitri hingga Idul Adha. Tante saya memberikan sambutan hangat, dan berterimakasih untuk para wanita di lingkungan sekitar masih terus mengikuti kajian rutin di Mesjid Al-Munawwar. Setelah satu dua kata, dan doa-doa, panitia serta ustadz mengabsen para ibu-ibu. Selama acara berlangsung, saya lebih banyak diam dan memotret. Berbagi merupakan kenikmatan lahir bathin yang sudah diajarkan keluarga saya sejak dulu, karena titipan harta dunia memang betul adanya. Berbagi dan melihat senyum para ibu-ibu, dan sekali dua kali ucapan doa-doa untuk ibu dan tante saya terlontar dengan lembut oleh mereka. Pemandangan seperti ini jarang saya dapatkan, meski sedari kecil sering dididik oleh ibu saya untuk terus meneruskan amal dan sedekah berbagi.
Indahnya berbagi, itu betul adanya.
0 Comments
Hari kelima bulan Ramadan 1440-1441 Hijriyah suasana diselimuti kebahagiaan dikeluarga, kegiatan beribadah semakin khusyuk dan tentram, berbicara seperlunya dan memperbanyak melakukan kegiatan bermanfaat. Kalau kata kakak saya, tidak ada waktu gibah tidak penting. Saya setuju, karena memang pada dasarnya saya kurang menyukai kegiatan berbicara terlalu banyak apalagi pembicaraan dengan topik tidak terlalu bermanfaat. Saya lebih banyak menghabiskan menulis ide-ide yang liar berbicara di kepala, maupun membaca buku-buku fiksi untuk menambah kosakata, maupun berolahraga di sore hari sebelum berbuka puasa.
Kegiatan selama bulan Ramadan menjadikan catatan sendiri untuk saya, saya lebih bisa berpikir jernih dan mengontrol diri. Selama ini saya memiliki tempramen? Tidak juga. Tempramen itu akan keluar dengan sendirinya apabila serangan-serangan verbal maupun non-verbal menusukkan panahnya ke kepala maupun hati saya. Tempramen yang terkadang membuncahkan darahnya secara meledak-ledak, hingga tempramen tenang yang memberikan pertahanan diri untuk tidak mengeluarkan tenaga berlebih. Kali ini saya lebih banyak diam. Saya diam tapi tidak dengan diikuti tempramen yang berwarna merah dan hitam itu. Diam lebih banyak mengajarkan saya untuk lebih bisa mengontrol diri serta lingkungan disekitar saya. Dengan diam, beberapa keluarga maupun teman dan rekan menunjukkan keheranannya karena saya diam. Apabila panah panas mengarahkan ujungnya yang lancip ke arah saya, saya tidak menghindar maupun menerimanya secara mentah, saya akan menggenggam dan mematahkannya menjadi serpihan. Catatan tersebut dari hari ke hari semakin berkembang, salah satunya menerima dengan lega segala proses hidup , menyibukkan dengan mengembangkan kualitas diri, berkumpul dengan teman dan mendiskusikan banyak topik, serta salah satu hal catatan terpenting dalam diri ialah mencoba lebih apatis dalam segala hal pembicaraan yang menyinggung masalah pribadi atau khalayak luas (layaknya topik ekonomi, politik dan sejenisnya). Filter tersebut harus saya akui, sangat bekerja dengan baik dalam diri saya, meski beberapa hal masih tercetus secara otomatis dari pikiran maupun mulut saya, apabila terlalu banyak menerima informasi tidak penting layaknya melakukan gibah, serta mendengar mulut-mulut yang terus mengoceh membicarakan hal tidak masuk di akal. Catatan dalam diri saya bekerja dengan baik. Dan, saya bangga menjadi seseorang yang apatis dalam beberapa hal. Serta catatan penting untuk merayakan betapa bahagianya jiwa saya adalah selalu berterimakasih dalam segala aspek hidup. Salah satunya dengan jiwa diri yang bekerja 24 jam, jiwa yang menggerakkan badan dan melakukan kegiatan-kegiatan bermanfaat, jiwa yang mengarahkan saya untuk tetap bersyukur dengan kondisi apapun. Saya belajar dan saya berdamai dengan jiwa merupakan sebuah usaha yang harus dirayakan setiap detiknya. |
Siva armandaHigh Spirit in person, Media Studies appreciator, Archives
March 2024
SIVA. |