Awal tahun 2020 hingga sekarang bulan februari, masih banyak hal yang ingin saya ungkapkan mengenai perjalanan saya selama dua minggu di Inggris. Jika dipikir-pikir saya tidak begitu berkeinginan kuat untuk mengunjungi negara Queen Elizabeth II. Akhir tahun 2019, yang saya inginkan hanya satu: terus bekerja dan menyenangkan kedua orangtua, saat itu perjalanan saya paling jauh hanya ke kota Bandung, atau berbelanja keperluan sehari-hari yang tidak ada habisnya. Keikutsertaan saya ke Inggris hanya membuat banyak pertanyaan, pertanyaan pada diri sendiri, pertanyaan dari atasan serta teman sekantor, pertanyaan teman dekat. Karena saya waktu itu memang tidak memiliki uang yang cukup untuk mengunjungi kota sebesar Inggris, kalau hanya Singapura maupun Malaysia atau Jepang masih sangat rasional. Mungkin ini yang namanya rezeki setiap manusia, dan saya meyakini hal tersebut.
Pengalaman lain yang saya alami berada di Inggris, tentu kembali beradaptasi dengan dinginnya cuaca, saya juga memahami sifat keluarga lebih jauh. Jangan salah, justru teman seperjalanan menjadi sebuah cerita dan ujian terbesar. Bisa mengetahui kondisi dan emosionil lebih banyak lagi. Saat berjalan-jalan di Oxford, kerap berkali-kali ibu saya mengeluhkan sepatunya yang basah tertembus air hujan, saat membeli minuman ia kerap juga mengeluhkan harga cokelat panas yang terbilang mahal untuk 1 gelas ukuran tall, ia juga mengeluhkan karena tidak bisa memasuki wilayah kampus karena ditutup untuk umum. Masih banyak hal yang membuat saya jadi naik pitam, tapi pasti saya kembali diam dan hanya mendengar keluhan-keluhan ibu. Ternyata saya terbilang orang yang cepat membaca peta, mengikuti ritme jalannya masyarakat lokal, tidak protes dengan kondisi makanan seadanya, tapi saya risih kalau kelamaan menunggu orang berbelanja, atau mendengar perdebatan tiada henti antar keluarga untuk menentukan hendak kemana jadwal hari ini. Kalau dua hal terakhir itu terjadi, yang saya lakukan pasti akan mencari udara segar dan memotret kegiatan orang-orang sekitar. Lebih baik tidak turut campur, dan menunggu hingga semua selesai. Saat berada di Manchester, saya juga sempat berjalan kaki sendiri menuju stasiun trem tengah kota. Setelah meneliti google maps, dan bertanya ke resepsionis hotel, banyak minimarket yang buka hingga tengah malam. Ya, saya tahu banyak pub/klub malam yang juga bertebaran di Manchester, tapi niat saya bukan kesana, hanya ingin ke minimarket membeli beberapa cemilan. Dipikir-pikir saya berjalan melewati lorong-lorong panjang, sepi, gelap di kota sebesar Manchester justru membuat saya aman dan nyaman, seperti dulu di Vancouver, Canada, hingga jam 02.00 pagi setelah asik bertukar cerita bersama teman, saya pulang sendirian ke rumah tanpa ada rasa khawatir. Pun begitu saat di Inggris, beberapa kali menjelajahi lorong-lorong dan tidak ada hal yang mengejutkan. Saya suka. Saya juga sempat memotret suasana malam di Manchester. Cemilan di minimarket yang saya ambil hanya beberapa buah kemasan, kripik rasa keju asam dan yoghurt rasa pisang + sereal cokelat. Meski hanya singkat berada di Manchester, kegiatan normal seperti itu yang justru membuat saya kerasan. Mungkin ke depan apabila ada kesempatan solo trip, saya akan menetap lebih lama di Glasgow, Manchester dan Liverpool. Oh ya, selama berada di Inggris saya jadi sering mendengar lagu-lagu Arctic Monkeys.
0 Comments
Mendapat kesempatan melakukan perjalanan ke kota-kota tua Inggris, menjadikan saya kembali waras dan membumi. Waras dalam artian saya bisa kembali merasakan akal sehat saya untuk berbicara, bertanya dan beraktivitas. Membumi itu saya bisa menghirup udara segar, dinginnya cuaca dan bersantai-santai di taman-taman sekitar kota Inggris, tanpa bingung mencari fasilitas hijau. Kota mana saja yang saya kunjungi selama dua minggu; London - Cambridge - York - Edinburgh - Glasgow - Liverpool - Manchester - Greta Green - Oxford - Windermere. Perjalanan panjang, menguras energi dan kesabaran selama perjalanan darat, apalagi kalau sulit menemukan tempat makan yang pas, perut sudah keroncongan, lagi-lagi harus mengisi perut hanya dengan air putih, teh pahit dan buah. Berawal dari obrolan ingin melakukan perjalanan bersama keluarga, sudah direncanakan selama setahun, tapi obrolan hanya obrolan tidak ada perkembangan. Hingga bulan Oktober 2019, ibu saya dan kakaknya memutuskan untuk ikut bersama tur ke Inggris. Entah kenapa saya terseret dan akhirnya diikutsertakan bersama tur. Kakak sepupu dan keluarga akhirnya ikut juga, dengan syarat. Syaratnya setelah tur kita harus seminggu menetap kembali di London, dan merasakan menjadi warga lokal; kemana-mana naik tube, underground, double decker atau berjalan kaki. Maka kesimpulannya; 10 hari bersama tur, 5 hari menginap secara mandiri di sebuah rumah sewaan Airbnb. Menantang sih, saya suka ide kakak sepupu. Jadi bersiap untuk nyasar adalah sebuah konsekuensi apabila ingin berjalan di negara lain (tanpa ada kenalan sama sekali); saya mengunduh aplikasi citymapper, saya mencoba melihat secara rutin jadwal bus (beserta nomor-nomornya), saya mencari tahu cara top-up mudah Oyster Card (padahal disetiap stasiun ada mesin untuk top-up, dan itu gampang banget), saya melihat tempat-tempat wisata yang ramah untuk orangtua maupun anak remaja (penting! karena bersama ibu dan kakaknya yang sudah sepuh, serta membawa keponakan yang beranjak dewasa), melihat menu-menu makanan vegetarian di M&S foodhall, atau merchant paling banyak di sekitar London; Pret a Manger. Pokoknya persiapan matang sudah kami laksanakan, resiko nanti bagaimana, ya langsung kita jalani saat di London. Britania Raya (United Kingdom) memiliki suasana kental yang mirip-mirip dengan Canada, khususnya kota London dan kota Vancouver; penuh, sibuk, individual, jadwal bus dan kereta bawah tanah yang jarang telat, warganya tinggi-tinggi meski ga patuh sama lampu lalu lintas, gedung-gedung megah perkantoran, banyak jajanan mahal (meski Vancouver lebih banyak jajanan murah. Ya iya dong siv, dollar sama pounds beda).
Saya belum bisa dibilang 'jatuh hati' sepenuhnya mengelilingi kota di Inggris, karena kerap terburu-buru dan tidak puas menjelajahi kota-kota seperti Glasgow dan Edinburgh, dua kota itu bahkan hanya mengelilingi pusat kota, makan dan sholat lalu pergi ke Glasgow untuk bermalam, esok harinya sudah cabut ke Liverpool dan Manchester. Namanya juga bersama tur ya, keterbatasan waktu dan perjalanan menjadi penghambat. Disini, saya juga tidak akan menceritakan detail jadwal pesawat, atau memberitahu toko-toko apa saja yang saya masuki atau memberitahu jadwal tur. Hanya memberikan pandangan saya akan kekentalan royalist di kota Britania Raya ini. Apa sih Royalist? adalah sebuah sebutan bagi individual pendukung suatu monarki. Dan, monarki kerajaan di Inggris sangat terasa di setiap sudut kota. Saat di perbatasan Skotlandia, saya dan grup tur mampir ke salah satu pemberhentian untuk istirahat, kami masuk dan membeli beberapa merch murah, saya malah heran selain kekentalan oleh-oleh asal skotlandia, banyak sekali piring dan gelas bergambarkan sang ratu Queen Elizabeth II. Lalu saya mikir (sambil saya beli boneka anjing ras skotland, Border Collie) bukannya masih banyak sentimen antara Inggris dan Skotlandia ya? sampai ada perbedaan mata uang, di skotland banyak saya dapati tidak memakai uang pounds bergambarkan sang ratu. Entah kenapa. Mungkinkah sang pemilik toko oleh-oleh merupakan individu Royalist monarki? Selama perjalanan darat, ditemani oleh Tour leader Indonesia dan supir bus asli orang Inggris. Bukan bermaksud mementingkan sopan santun atau tata krama, cuman cara mereka (para supir Inggris) saat sedang moody, tidak enak sekali. Kerap tour leader kita diserang oleh kata-kata sengit, atau apabila ingin berhenti disuatu tempat, si supir 'blegug' ini (kata ibu saya begitu, lol) dia tidak akan memberhentikan bus-nya, saya masih ingat sekali si supir ngomong begini, "Where am I gonna stop this bus? Isn't your business, mate!" yailah pak, wong nanya doang langsung disambut kata-kata pedes, resiko pekerjaan sih kenapa mau jadi supir bus antar kota? Masih banyak sih beberapa point penting disini yang mau saya tulis, cuman ya baru segitu yang seingat saya. ps: oh ya, jangan ragu untuk berkunjung ke kastil tua di kota-kota Inggris, lihat di situ ada yang beberapa gratis/ada yang berbayar. Yang suka suasana kota-kota bersejarah, wajib. cont. |
Siva armandaHigh Spirit in person, Media Studies appreciator, Archives
March 2024
SIVA. |