Penghijauan mulai memenuhi beberapa ruas halaman rumah Jakarta dan rumah Bogor. Saya juga memperhatikan kekosongan sekolah di Bogor menjadi perhatian khusus sesepuh Al-Munawwar untuk menanamkan beberapa titik hijau tanaman guna mempercantik gedung.
Lalu saya berpikir, apa baru-baru saja kesukaan ini mulai kembali digemari? Nenek dan Uci saya, yang tempat tinggalnya bersebelahan pun memiliki hobi yang sama. Sewaktu kecil saya suka duduk bersama kedua kesayangan saya, memperhatikan mereka asik merapihkan tanaman di pot, memindahkan beberapa bunga ke tanah, atau menjelaskan ke saya (yang saya ga paham-paham hingga sekarang) perbedaan pupuk A dan B, dan semuanya. Nenek saya juga memiliki pohon sangat besar di halaman rumahnya, kalau Uci saya sangat suka dengan bunga berwarna-warni. Perhatian, kasih sayang, dan rasa perduli mereka dengan tanaman layaknya merawat anak kecil tercurah begitu besar. Saya, sebagai cucu hanya bisa memperhatikan dan terpaku melihat Nenek dan Uci saya menjelaskan berbagai macam tanaman. Lalu saya perhatikan kembali, tante dan ibu saya sangat suka sekali dengan tanaman. Berburu tanaman hingga perbatasan Ciputat - Parung - Bogor, hanya untuk mengejar tanaman cantik dengan harga murah; menjadi sebuah hobi yang menyenangkan ternyata. Pertama kali sampai di kebun, saya fokus melihat berbagai macam tanaman hijau, berwarna-warni di sekitar, selama memilih tanaman untuk sekolah, saya terus mengikuti tante dan ibu saya, yang heboh menanyakan dan menawar ke para pedagang. Saya akui juga, mereka sangat handal menawarkan harga yang sangat miring, padahal ya tanaman tidak semahal itu (tetap ditawar juga, lol). Alhasil, jadi banyak yang dibeli, hampir seluruh bagasi mobil yayasan penuh oleh tanaman, mereka membeli tanaman kecil yang dapat ditaruh di pot, bunga berwarna kuning dijuluki 'lonceng maria' hingga tanaman menjulang tinggi dengan jaminan perawatan tidak akan repot (hanya ditaruh, gantikan tanah dan disiram). Menyenangkan!
0 Comments
"Bersedih itu hak sebagai manusia. Sangat manusiawi. Bersedih itu seperti di dalam air. Jangan sampai hanyut, larut, dan tenggelam. Silakan bersedih, tapi seperti berenang, kapan ambil udara, kapan berada di permukaan, kapan kembali ke darat, habitat." - Pinot, 2020
Menyesal? Tidak ada kata sesal setelah setengah tahun terlewati, naik turunnya gelombang cobaan saya coba hadapi dengan rasa rendah di hadapan Allah SWT. Kesalahan yang dilakukan berulang kali menjadi sebuah pelajaran manis, begitu juga kegagalan dalam pengharapan. Kekecewaan kembali menyelimuti saya tahun ini, meski saya harus tetap bersyukur bahwa saya sehat, tidak kekurangan apapun dalam fisik, maupun hal diluar itu. Terpenting hingga bulan September 2020, saya dan keluarga masih dilindungi oleh kuasa Allah SWT tanpa terjangkit Covid-19. Kami masih memiliki lingkaran keluarga yang sehat, terus saling mengingatkan setiap harinya, menanyakan kabar hingga berkunjung satu sama lain memberikan makanan tanpa berkerumun. Sebuah bentuk syukur yang tidak putus-putus saya panjatkan, karena menjaga main circle ditengah-tengah pandemi merupakan sebuah tantangan yang tidak main-main. Setelah memutuskan untuk berpisah, saya lebih banyak mendalami ilmu, juga mendengar banyak nasihat kiri-kanan pertemanan yang kecil, juga keluarga inti. Saya juga tidak mau terlalu menekan diri apabila memang tidak mampu mengemban banyak nasihat sih pada dasarnya, tapi tentu saya akan mengambil seluruh kebaikan dan pelajaran. Buah manis tahun ini; kegagalan yang tepat, menguatnya pada ilmu, dan keyakinan yang tidak akan memudar kepada Allah SWT. Lagi, mari selalu ucapkan kata syukur disaat-saat hari penuh ketidakpastian ini; Alhamdullilah. |
Siva armandaHigh Spirit in person, Media Studies appreciator, Archives
March 2024
SIVA. |